• If this is your first visit, be sure to check out the FAQ by clicking the link above. You may have to register before you can post: click the register link above to proceed. To start viewing messages, select the forum that you want to visit from the selection below.

إعـــــــلان

تقليص
لا يوجد إعلان حتى الآن.

Hukum menyiapkan sutroh

تقليص
X
 
  • تصفية - فلترة
  • الوقت
  • عرض
إلغاء تحديد الكل
مشاركات جديدة

  • Hukum menyiapkan sutroh

    HUKUM MENYIAPKAN SUTROH
    ketika
    HENDAK SHALAT BERJAMA’AH
    Ditulis oleh:
    Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limbory
    Semoga Allah mengampuni dosa-dosanya
    Pertanyaan:
    بسم الله الرحمن الرحيم
    Abu Ahmad! terkadang kita shalat berjama’ah terlambat lalu kita menaruh sutroh apakah boleh perbuatan kita tersebut? Abu Hamzah Imron Al-Ambony (08134xxxxxxxx). Jawaban:
    بسم الله الرحمن الرحيم
    الحمد لله رب العالمين، وبعد: Permasalahan ini ada dua pendapat: Pendapat pertama: Boleh, dengan maksud supaya dia nantinya tidak bergerak-gerak di dalam proses shalatnya, dan meletakan sutroh tersebut karena khawatir setelah imam salam (selesai shalatnya) dia tidak lagi memiliki sutroh dan kalau dia menuju atau bergeser menghadap sesuatu yang akan dia jadikan sutroh jaraknya jauh, maka kalau berjalan khawatir bisa batal shalatnya, sedangkan kalau dia diam di tempatnya dengan tanpa menggunakan sutroh maka dia terkena hadits dari Abu Dzar Rahimahullah: «يَقْطَعُ صَلاَةَ الرَّجُلِ إِذَا لَمْ يَكُنْ بَيْنَ يَدَيْه....». “Akan terputus shalatnya seseorang jika dia tidak menggunakan diantara ke dua tangannya (sutroh)….”. Dan sutroh yang dia letakan ketika masih mengikuti shalat berjama’ah bersama imam ini tidak memiliki fungsi sebagai sutroh, hal tersebut karena sutroh imam adalah sutrohnya dia (selaku makmum), keberadaan sutroh tersebut sama dengan keberadaannya shaf yang ada di depannya, hanya yang teranggap adalah sutrohnya imam. Apabila imam sudah selesai dari shalatnya maka shaf yang ada di depannya berubah menjadi sutroh baginya, begitu pula kalau dia meletakan sesuatu di depannya maka sesuatu tersebut teranggap sebagai sutrohnya. Pendapat kedua: Tidak boleh, dengan alasan karena sutrohnya imam adalah sutrohnya makmum, pada pendapat kedua ini juga ada dua macam: Yang pertama: Wajib baginya untuk membuat atau mencari sutroh bila imam telah selesai shalatnya, orang yang berpendapat dengan pendapat ini mempersyaratkan: ü Bila sutrohnya jauh maka dia tidak berjalan mendekati sutroh, dan persyaratan ini terkena hukum hadits: «لاَ تُصَلُّوا إِلاَّ إِلَى سُتْرَةٍ.....». Janganlah kalian shalat kecuali (menghadap) ke sutroh”. (HR. Muslim, Al-Baihaqy dari Ibnu Umar). ü Bila dekat maka wajib mendekati sutroh. Yang kedua: Kalau imam sudah selesai shalatnya maka dia tidak boleh membuat atau menuju ke sutroh, dalam artian dia tetap di tempatnya, ini adalah pendapatnya Kholiful Hadi Al-Hizby dan orang-orang yang fanatik kepadanya, mereka berdalil dengan perkataan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: «إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ إِلَى شَىْءٍ يَسْتُرُهُ مِنَ النَّاسِ.......». “Jika akan shalat salah seorang kalian kepada sesuatu (sutroh) yang memisahkannya dari manusia”. (HR. Al-Bukhary dan Muslim dari Abu Sa’id), mereka mengatakan bahwa lafadz “idza” dalam hadits tersebut bermakna “sebelum” jadi kalau “sedang” shalat dan sutrohnya sudah tidak ada maka baginya untuk diam di tempat; tidak boleh maju dan tidak boleh bergeser mencari sutroh. Akan tetapi pendapat ini adalah pendapat yang batil, karena lafadz “idza” juga bisa digunakan terhadap sesuatu yang “sedang” atau yang “sudah” terjadi sebagaimana perkataan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: «إِذَا وَلَغَ الْكَلْبُ فِى إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيُرِقْهُ ثُمَّ لْيَغْسِلْهُ سَبْعَ مِرَارٍ». “Jika anjing menjilat pada bejana salah seorang kalian maka hendaklah dia membilasnya kemudia mencucinya sebanyak 7 (tujuh kali)”. (HR. Al-Imam Ahmad, Muslim, Ibnu Majah dan An-Nasay dari Abu Hurairah). Pada hadits tersebut sangat jelas bahwa perintah untuk mencuci atau membilas bejana bukan sebelum anjing menjilatinya akan tetapi setelah anjing menjilatinya. Dari pendapat tersebut yang rojih (yang benar) adalah pendapat pertamayaitu bolehnya meletakan sutroh karena keberadaan sutroh tersebut sama dengan keberadaannya shaf yang ada di depannya, dan hanya yang teranggap adalah sutrohnya imam, apabila imam sudah selesai dari shalatnya maka sesuatu yang dia letakan, yang ada di depannya tadi berubah menjadi sutroh baginya, Wallahu Ta’la A’lam wa Waahkam. Dijawab oleh Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limbory -semoga Allah mengampuni dosa-dosanya- di Gunung Barroqah Darul Hadits Salafiyyah Dammaj pada malam Rabu awal bulan Rabiul Tsany 1433 Hijriyyah.
يعمل...
X