• If this is your first visit, be sure to check out the FAQ by clicking the link above. You may have to register before you can post: click the register link above to proceed. To start viewing messages, select the forum that you want to visit from the selection below.

إعـــــــلان

تقليص
لا يوجد إعلان حتى الآن.

Nasihat Utk Salafiyyin Tsabitin

تقليص
X
 
  • تصفية - فلترة
  • الوقت
  • عرض
إلغاء تحديد الكل
مشاركات جديدة

  • Nasihat Utk Salafiyyin Tsabitin





    Nasihat Bagi Ikhwah Tsabitin
    Agar Menjaga Ukhuwwah Antar Salafiyyin



    Ditulis Oleh Al Faqir Ilalloh:
    Abu Fairuz Abdurrohman bin Soekojo Al Qudsiy
    Al Indonesiy semoga Alloh memberinya taufiq

    بسم الله الرحمن الرحيم
    الحمد لله وأشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه وسلم، أما بعد:
    Di tengah-tengah kesibukan jiwa dan raga para Salafiyyun di Yaman untuk menanggulangi bencana pasca agresi rofidhoh hutsiyyin terhadap Dammaj dan yang lainnya, berkali-kali setan berusaha memunculkan api fitnah untuk memecah belah sebagian ikhwah Salafiyyin Tsabitin di Tanah Air, yang mana hal itu tentu saja membebani pikiran sebagian ikhwah di Yaman, dan semakin membuyarkan konsentrasi barisan para Salafiyyun yang tengah menghadapi badai hantaman dari berbagai macam musuh. Dan tentu saja hal itu berakibat menumpulnya ketajaman hantaman pedang-pedang Islam dan Sunnah.
    Maka saya sampaikan permasalahan ini Fadhilatusy Syaikh Al Walid An Nashih Ats Tsabit As Salafiy Abu Ibrohim Muhammad bin Muhammad bin Mani’ Al Anisiy Ash Shon’aniy حفظه الله , maka dengan penuh kesungguhan beliau menyuruh saya untuk menyampaikan nasihat kepada para ikhwah Salafiyyin Tsabitin di Tanah Air, dengan poin-poin yang beliau pilihkan.
    Dan tidaklah saya menulis ini kecuali sebagai bentuk kecintaan pada segenap saudara, dan di puncak harapan agar mereka bisa bersatu kembali dalam manhaj yang benar ini, dan bahu-membahu mendakwahkan kebenaran dan memerangi musuh-musuh Alloh, sambil terus berusaha menepis perselisihan-perselisihan pribadi, sambil mencari jalan keluarnya yang syar’iy, yang pasti selalu ada di sepanjang roda kehidupan.
    Dan saya sama sekali tidak bermaksud menjadikan nasihat ini untuk menyerang sebagian ikhwah, bahkan ini adalah sebagai bahan nasihat dan muhasabah (introspeksi) untuk kita bersama.
    Maka saya berkata:
    Saya –dan para ikhwah semua- adalah milik Alloh, bukan milik kelompok ini atau kelompok itu. Semua ikhwah Salafiyyun Tsabitun –dan keumuman Muslimin- adalah saudara saya, saya menasihati mereka dan mereka menasihati saya.
    Saya katakan dalam kesempatan ini:
    Sesungguhnya Alloh ta’ala telah berfirman dalam kitab-Nya yang mulia:
    وَأَطِيعُوا الله وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ الله مَعَ الصَّابِرِينَ [الأنفال: 46]
    “Dan taatlah kalian pada Alloh dan Rosul-Nya, dan janganlah kalian saling berselisih yang menyebabkan kalian jadi gentar dan hilanglah kekuatan kalian. Dan bersabarlah kalian, karena sesungguhnya Alloh bersama dengan orang-orang yang sabar.”
    Dan dalam ayat ini Alloh ta’ala memerintahkan kaum mukminin untuk senantiasa taat pada Alloh dan Rosul-Nya dalam segala keadaan, baik dalam suasana perang ataupun damai, dalam suasana senang ataupun susah.
    Hendaknya kita mengambil pelajaran atas susahnya atau tertundanya kemenangan akhir dan banyaknya musibah yang menimpa kita, -setelah banyaknya kemenangan yang nyata- bahwasanya itu semua adalah teguran Alloh kepada para hamba-Nya. Jika penyelisihan terhadap syariat sedikit saja dari sebagian kecil anggota barisan bisa menyebabkan kekalahan, padahal Rosululloh صلى الله عليه وسلم dan para pemimpin Shohabat رضي الله عنهم ada di tengah-tengah mereka, maka bagaimana dengan orang-orang macam kita?
    Alloh ta’ala berfirman:
    أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ إِنَّ الله عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ [آل عمران: 165]
    “Atau apakah manakala kalian tertimpa musibah (kekalahan) padahal kalian telah menimpakan pada musuh dua kali lipatnya, lalu kalian bertanya: “Darimanakah (kekalahan) ini?” katakanlah: Dia itu adalah disebabkan dari diri kalian sendiri, sesungguhnya Alloh itu mampu terhadap segala sesuatu.”
    Alloh ta’ala setelah menyebutkan kisah kekalahan Yahudi Banin Nazhir berfirman:
    فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ [الحشر: 2]
    “Maka ambillah pelajaran wahai orang-orang yang punya mata hati.”
    Al Imam Ibnu Katsir رحمه الله berkata: “Yaitu: berpikirlah kalian tentang akibat orang yang menyelisihi perintah Alloh dan menyelisihi Rosul-Nya, mendustakan Kitab-Nya, bagaimana menimpa dirinya sebagian dari hukuman Alloh yang menghinakan untuknya di dunia, disertai dengan siksaan yang pedih yang Alloh simpan untuknya di Akhirat.” (“Tafsirul Qur’anil ‘Azhim”/8/hal. 57).
    Jika kita berkata: kami tidak menyelisihi perintah Alloh ataupun menyelisihi Rosul-Nya, apalagi mendustakan Kitab-Nya!
    Maka dengarkanlah Alloh ta’ala berfirman:
    َيا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ
    "Wahai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum itu mengejek kaum yang lain, karena bisa jadi yang diejek itu lebih baik daripada mereka.” (QS. Al Hujurot: 11).
    Al Imam Asy Syaukaniy رحمه الله berkata: “Dan makna ayat adalah: larangan kaum mukminin dari saling mengejek satu sama lain. Dan Alloh menyebutkan alasan larangan tadi adalah dengan firman-Nya: “karena bisa jadi yang diejek itu lebih baik daripada mereka” yaitu bisa jadi yang diejek itu lebih baik di sisi Alloh daripada orang-orang yang mengejek.” (“Fathul Qodir”/7/hal. 15).
    Maka janganlah para ikhwah saling mendengki ataupun saling menghina, karena hal itu akan membinasakan pelakunya, karena mengundang murka Alloh dan sekaligus dia bagaikan menyakiti dirinya sendiri.
    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله berkata dalam tafsir ayat ini dan yang setelahnya: “Alloh ta’ala berfirman: “Maka jika kalian baku caci dengan muslim, kalian mengejeknya dan kalian menyindirnya, maka kalian berhak untuk dinamakan sebagai orang-orang yang fasiq.” (“Majmu’ul Fatawa”/7/hal. 248).
    Al Imam Ibnu Muflih رحمه الله berkata tentang akhlaq antar mukminin: “Dan diharomkan makar, tipu daya, menghina dan mengejek. Alloh ta’ala berfirman:
    َيا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ ولا نساء من نساء عسى أن يكن خيرا منهن ولا تلمزوا أنفسكم ولا تنابزوا بالألقاب.
    "Wahai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum itu mengejek kaum yang lain, karena bisa jadi yang diejek itu lebih baik daripada mereka. Dan janganlah para wanita mengejek para wanita yang lain, karena bisa jadi yang diejek itu lebih baik daripada yang mengejek. Dan janganlah kalian menyindir diri kalian sendiri, dan jangan pula kalian saling menjuluki dengan gelar-gelar yang buruk.” (QS: Al Hujurot: 11).
    Tentang sebab dan tafsirnya ada pembicaraan panjang di kitab tafsir. Dan yang dimaksudkan dengan “diri kalian sendiri” adalah saudara-saudara kalian, karena mereka itu adalah bagaikan diri kalian sendiri.” (“Al Adabusy Syar’iyyah”/hal. 13).
    Maka dengan penjelasan ini semua, jelaslah bahwasanya orang yang senang mengejek dan menghina saudaranya adalah orang yang terkena keburukan dalam hatinya, maka kita harus sering mengoreksi diri kita sendiri. Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda:
    المسلم أخو المسلم لا يظلمه ولا يخذله ولا يحقره، التّقوى هاهنا، بحسب امرئ من الشّرّ أن يحقر أخاه المسلم
    "Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, tidak menzholiminya, tidak menelantarkannya (membiarkannya tanpa pertolongan), dan tidak meremehkannya. Ketaqwaan itu di sini –isyarat ke dada beliau-. Cukuplah seseorang itu dikatakan berbuat jahat dengan meremehkan saudaranya sesama muslim." (HR. Muslim (2564)/dari Abu Huroiroh رضي الله عنه)
    Kemudian termasuk bencana besar perusak persaudaraan adalah persaingan yang menyebabkan kedengkian antar ikhwah, yang akhirnya masuk kepada keinginan untuk mendapatkan posisi lebih tinggi di dunia dan tidak mau disaingi oleh saudaranya, sehingga muncul upaya untuk mencari kekurangan saudaranya dan menampilkannya ke umat agar muncul kesan bahwasanya dirinya lebih tinggi daripada saudaranya itu.
    Bertaqwalah kita semua pada Alloh dan jangan sampai kita mengalami yang demikian itu. Al Imam Ahmad bin Hanbal رحمه الله berkata pada orang-orang di sekelilingnya: “Ketahuilah, semoga Alloh ta’ala merohmati kalian, bahwasanya seseorang dari ahli ilmu itu jika Alloh memberikan karunia padanya suatu ilmu yang Alloh tidak memberikannya pada para rekan sejawatnya dan teman yang setaraf dengannya, mereka akan mendengkinya, lalu mereka akan menuduhnya dengan perkara yang tidak ada padanya, dan kedengkian adalah karakter yang amat buruk di kalangan ahli ilmu.” (sebagaimana di “Manaqibusy Syafi’iy”/karya Al Baihaqiy/2/hal. 259/Maktabah Darit Turots).
    Ibnu Hibban رحمه الله berkata: “Kedengkian itu paling banyak didapatkan di antara teman sejawat atau orang yang urusannya itu berdekatan, karena para juru tulis tidak didengki kecuali oleh para juru tulis juga, sebagaimana para penjaga pintu itu tidaklah didengki kecuali oleh para penjaga pintu juga. Dan tidaklah seseorang itu mencapai suatu martabat dari martabat-martabat di dunia ini kecuali didapatkan di situ orang yang membencinya karena dia mendapatkan martabat tadi, atau mendengkinya karena dia mendapatkan martabat tadi. Dan orang yang dengki itu merupakan lawan yang suka membangkang. Maka tidak harus bagi orang yang berakal untuk menjadikannya sebagai hakim dalam kasus yang menimpa karena si pendengki tadi jika memberikan hukuman tidak akan menghukumi kecuali yang akan merugikan orang yang didengki.” –sampai pada ucapan beliau:- “Maka hendaknya seseorang itu mewaspadai apa yang aku gambarkan dari orang-orang yang seprofesi dengannya, teman-teman sejawatnya, para tetangganya, dan anak-anak pamannya.” (“Roudhotul ‘Uqola”/hal. 136-137).
    Al Imam An Nawawiy رحمه الله berkata: “Telah saling mendukung dalil-dalil syariat dan kesepakatan ulama tentang haromnya hasad, dan haromnya menghina muslimin, dan haromnya menginginkan kejelekan menimpa mereka, dan amalan-amalan hati yang jelek yang lain dan larangan bertekad untuk itu. Allohu a’lam.” (“Al Minhaj”/2/hal. 152).
    Dan dari Abdulloh bin Amr ibnil ‘Ash رضي الله عنهما :
    عن رسول الله صلى الله عليه و سلم أنه قال: «إذا فتحت عليكم فارس والروم أي قوم أنتم ؟» قال عبدالرحمن بن عوف: نقول كما أمرنا الله. قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: «أو غير ذلك تتنافسون ثم تتحاسدون ثم تتدابرون ثم تتباغضون أو نحو ذلك ثم تنطلقون في مساكين المهاجرين فتجعلون بعضهم على رقاب بعض». (أخرجه مسلم (2962)).
    “Dari Rosululloh صلى الله عليه وسلم bahwasanya beliau bersabda: “Jika dibukakan untuk kalian Persia dan Romawi, seperti kaum yang manakah kalian?” Abdurrohman bin Auf menjawab: “Kami berbuat seperti yang diperintahkan oleh Alloh.” Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Ataukah selain itu: kalian saling berlomba lalu kalian saling mendengki, lalu kalian saling membelakangi, lalu kalian saling membenci, atau yang seperti itu, lalu kalian berangkat ke orang-orang miskin muhajirin, lalu kalian menjadikan sebagian kalian menjadi pemimpin terhadap sebagian yang lain?” (HR. Muslim (2962)).
    Al Imam An Nawawiy رحمه الله berkata: “Para ulama berkata: tanafus adalah saling berlomba untuk mendapatkan sesuatu, dan tidak suka orang lain mengambilnya. Dan itu adalah derajat hasad yang pertama. Hasad adalah: angan-angan untuk hilangnya nikmat dari pemiliknya. Tadabur adalah saling memutus hubungan. Terkadang bersamaan dengan itu masih ada sedikit rasa cinta atau tidak terjadi saling cinta ataupun juga saling benci. Saling benci adalah setelah itu. Oleh karena itulah diurutkan dalam hadits ini.” (“Al Minhaj”/18/hal. 96-97).
    Maka sebagaimana hasad itu harom, demikian pula sarana yang menyampaikan ke situ juga harom.
    Kemudian sesungguhnya hasad adalah penyakit yang berbahaya terhadap pelakunya, dan terkadang menyebabkan dia menzholimi yang lain. Penyair berkata:
    كلُّ العَداوة قد تُرْجَى إماتتُها ... إلا عَدَاوَةَ مَن عاداكَ مِن حَسَدِ
    "Setiap permusuhan itu bisa diharapkan untuk dipadamkan kecuali permusuhan dari orang yang memusuhimu disebabkan oleh kedengkian."
    ("Al 'Aqdul Farid"/1/hal. 193).
    Dari Fudholah bin Ubaid رضي الله عنه yang berkata: Aku mendengar Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda dalam haji Wada':
    «ألا أخبركم بالمؤمن من أمنه الناس على أموالهم وأنفسهم والمسلم من سلم الناس من لسانه ويده والمجاهد من جاهد نفسه في طاعة الله والمهاجر من هجر الخطايا والذنوب». (أخرجه الإمام أحمد (24004)/صحيح).
    “Maukah kukabarkan pada kalian tentang mukmin? Mukmin yang sebenarnya adalah orang yang manusia itu merasa aman dengan dirinya dalam masalah harta dan jiwa mereka. Muslim yang sebenarnya adalah orang yang manusia itu selamat dari lidahnya dan tangannya. Mujahid yang sebenarnya adalah orang yang memerangi dirinya sendiri di dalam ketaatan pada Alloh. Muhajir yang sebenarnya adalah orang yang meninggalkan kekeliruan dan dosa-dosa.” (HR. Ahmad (24004)/ Shohih).
    Syaikhul Islam رحمه الله berkata: "Barangsiapa mendapati dalam dirinya ada hasad terhadap orang lain, maka dia harus menjalankan ketaqwaan dan sabar dalam mengobati hasad tadi. Hendaknya dia membenci hasad itu dari dirinya. Dan banyak orang yang punya agama tidak sampai melampaui batas terhadap orang yang dihasadi sehingga mereka tidak membantu orang yang menzholimi orang yang dihasadi tadi. Akan tetapi mereka juga tidak melaksanakan hak orang terzholimi tadi yang wajib untuk ditunaikan. Bahkan jika ada orang mencela dia (orang yang dihasadi) mereka tidak menyetujui si pencela dalam celaannya tadi tapi mereka juga tidak menyebutkan perkara-perkara terpuji dari orang yang dicela tadi. Demikian pula jika ada orang yang memuji dia (orang yang dihasadi) mereka diam saja. Dan mereka itu terkena celaan karena meninggalkan perkara yang diperintahkan dalam hak orang yang mereka hasadi tadi. Mereka kurang dalam menunaikan hak dia. Tapi mereka tidak sampai melampaui batas terhadapnya. Balasan untuk mereka adalah bahwasanya mereka rugi dalam hak-hak mereka, dan mereka juga tidak berbuat adil di beberapa posisi. Mereka tidak menolong menghadapi orang yang menzholimi mereka sebagaimana mereka juga tidak menolong orang yang mereka hasadi tadi. Adapun orang yang melampaui batas dengan ucapan atau perbuatan, maka orang itu akan mendapatkan hukuman.
    Dan barangsiapa bertaqwa pada Alloh dan bersabar, maka dia tidak masuk dalam jajaran orang-orang yang zholim. Alloh memberinya taufiq dengan ketaqwaannya, sebagaimana terjadi pada Zainab binti Jahsy رضي الله عنها karena beliau inilah yang dulu menyamai Aisyah dari kalangan para istri Nabi صلى الله عليه وسلم , sementara hasad para wanita satu sama lain itu banyak dan dominan, terutama para wanita yang menjadi istri dari seorang suami, karena sesungguhnya seorang wanita itu merasa cemburu terhadap suaminya karena dia punya bagian darinya, karena dengan sebab persekutuan tadi, luputlah sebagian dari bagiannya.
    Dan demikianlah kedengkian banyak terjadi di kalangan orang-orang yang berserikat dalam kepemimpinan atau harta. Jika sebagian dari mereka telah mengambil bagian dari itu dan luputlah yang lain. Dan juga terjadi di antara orang-orang yang sepadan dikarenakan salah seorang dari mereka benci untuk orang yang lain mengungguli dirinya, seperti hasadnya para saudara Yusuf, dan seperti hasadnya salah satu dari anak Adam terhadap saudaranya, karena dia mendengkinya karena Alloh menerima qurban dia dan tidak menerima qurban yang ini, maka dia mendengkinya karena keimanan dan ketaqwaan yang Alloh karuniakan pada saudaranya, seperti kedengkian Yahudi terhadap muslimin dan pembunuhan yang dilakukannya karena alasan tadi.
    Karena itulah dikatakan bahwasanya dosa yang pertama kali Alloh ta'ala didurhakai dengannya itu ada tiga: rakus, sombong, dan hasad. Kerakusan itu dari Adam, kesombongan itu dari Iblis, kedengkian itu dari Qobil yang dia itu membunuh Habil."
    (selesai penukilan dari "Majmu'ul Fatawa"/10/hal. 125-126).
    Hendaknya kita terus memerangi diri sendiri agar setia sekuat tenaga di atas jalan yang digariskan Alloh, jangan sampai melampaui batas dan menghina kehormatan saudara, sementara kehormatan muslim itu lebih tinggi daripada Masjidil Harom.
    Nafi’ -رحمه الله- berkata:
    ونظر ابن عمر يوما إلى البيت أو إلى الكعبة فقال ما أعظمك وأعظم حرمتك والمؤمن أعظم حرمة عند الله منك
    “Pada suatu hari Ibnu ‘Umar -rodhiyallohu 'anhuma- memandang ke Al Baitul Harom, atau ke Ka’bah, lalu berkata: “Alangkah agungnya engkau, dan alangkah agungnya kehormatanmu. Tapi Mukmin itu lebih agung kehormatannya daripada engkau.” (HR. At Tirmidzy (2032), dihasankan oleh Al Imam Al Wadi’iy -رحمه الله- dalam “Al Jami’ush Shohih” (3601)).
    Jangan sampai kita capek-capek ibadah mengumpulkan bekal Akhirat, ternyata rugi berantakan gara-gara harus banyak membayar kezholiman. Sungguh Alloh Mahaadil. Abu Huroiroh -rodhiyallohu 'anhu- berkata: Rosululloh -shollallohu 'alaihi wasallam- bersabda:
    « لتؤدن الحقوق إلى أهلها يوم القيامة حتى يقاد للشاة الجلحاء من الشاة القرناء ».
    “Pastilah hak-hak itu akan ditunaikan kepada orang yang berhak mendapatkannya pada hari kiamat, sampai-sampai kambing yang tak bertanduk akan dibalaskan haknya terhadap kambing yang bertanduk.” (HR. Muslim (2582)).
    Ini adalah nasihat untuk orang yang menzholimi saudaranya.
    Adapun orang yang terzholimi, dia berhak mengambil haknya dengan adil. Tapi hendaknya dia ingat nasihat Syaikh kita Yahya Al Hajuriy حفظه الله agar jangan menempuh cara-cara yang menimbulkan pergolakan di kalangan sesama ikhwah Salafiyyin.
    Jauh lebih baik kita sabar dizholimi sambil menunggu datangnya pertolongan Alloh daripada tergesa-gesa membalas dengan ilmu yang pas-pasan ternyata berlebihan yang membikin neraca berbalik dari terzholimi menjadi menzholimi. Apalagi jika menimbulkan sampai pergolakan antara Salafiyyin.
    Apalagi jika yang menzholimi kita misalkan adalah saudara seperjuangan semanhaj dan seaqidah, yang mana ketidakma’shuman dia menyebabkannya terjatuh pada dosa tersebut. Maka di sinilah saatnya mengamalkan hadits Abu Huroiroh radhiyallohu ‘anhu berkata: Dari Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wasallam- yang bersabda:
    مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ الله عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لله إِلاَّ رَفَعَهُ الله
    “Tidaklah shodaqoh itu mengurangi harta sedikitpun. Dan tidaklah Alloh menambahi seorang hamba dengan kemaafan kecuali kemuliaan. Dan tidaklah seseorang itu merendahkan diri kepada Alloh kecuali Dia akan mengangkatnya.” (HR. Muslim (2588)).
    Inilah saat mencontoh Nabi صلى الله عليه وسلم, sebagaimana dalam hadits Aisyah رضي الله عنها :
    ما خير رسول الله صلى الله عليه وسلم بين أمرين إلا أخذ أيسرهما ما لم يكن إثما فإن كان إثما كان أبعد الناس منه وما انتقم رسول الله صلى الله عليه وسلم لنفسه إلا أن تنتهك حرمة الله فينتقم لله بها.
    “Tidaklah Rosululloh صلى الله عليه وسلم diberi pilihan di antara dua perkara kecuali beliau mengambil yang paling mudahnya selama bukan dosa. Jika hal itu merupakan dosa, maka beliau adalah orang yang paling jauh darinya. Dan tidaklah Rosululloh صلى الله عليه وسلم membalas untuk diri beliau sendiri kecuali jika kehormatan Alloh dilanggar maka beliau membalasnya untuk Alloh.” (HR. Al Bukhoriy (3560) dan Muslim (2327)).
    Kemudian, kita harus sadar bahwasanya tiada orang di antara kita yang sempurna. Semuanya masih jatuh bangun berjalan dan memperbaiki diri, dalam keadaan kita semua (Salafiyyun Tsabitun) insya Alloh berniat baik dan ingin baik, akan tetapi karena ilmu yang amat terbatas dan jauh dari ulama, kesalahan terjadi di berbagai waktu.
    Dari Abu Dzarr رضي الله عنه dari Nabi صلى الله عليه وسلم di dalam apa yang beliau riwayatkan dari Alloh Yang Maha penuh berkah dan Mahatinggi bahwasanya Dia berfirman –dan menyebutkan hadits-:
    «يا عبادي إنكم تخطئون بالليل والنهار وأنا أغفر الذنوب جميعا فاستغفروني أغفر لكم».
    “Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya kalian itu melakukan kesalahan di waktu malam dan siang, dan Aku mengampuni dosa-dosa seluruhnya, maka mohonlah ampunan kepada-Ku, Aku akan mengampuni untuk kalian.” (HR. Muslim (2577)).
    Syaikhul Islam رحمه الله berkata: “Akan tetapi para Nabi –semoga ridho Alloh ta’ala tercurah untuk mereka- itu, mereka itulah yang para ulama berkata: sesungguhnya mereka itu terjaga dari terus-menerus dalam dosa. Adapun para shiddiqun, syuhada dan sholihun, maka mereka itu tidak dijaga dari dosa. (“Majmu’ul Fatawa”/35/hal. 69).
    Maka selama dia adalah termasuk Salafiyyun tsabitun, ingin baik, dan berusaha menempuh jalan baik sambil terus belajar mengikis kekurangan dan kebodohan, hendaknya dimaklumi kesalahan-kesalahan yang ada, sambil terus menasihati dengan kekeluargaan dan kasih sayang.
    Syaikhul Islam رحمه الله berkata: “Maka senantiasa seorang hamba yang mukmin –yang sebenarnya- itu selalu menjadi jelaslah baginya kebenaran yang sebelumnya tidak diketahuinya, dan rujuk dari amalan yang dulu dia zholim di dalamnya.” (“Majmu’ul Fatawa”/3/hal. 348).
    Tentu saja dosa tetap dosa dan pelakunya terancam dengan kemurkaan Alloh.
    Amalkanlah firman Alloh yang telah dihapal itu:
    وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ الله جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ الله عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ [آل عمران: 103]
    “Dan berpeganglah kalian semua dengan tali Alloh, dan janganlah kalian saling bercerai-berai. Dan ingatlah nikmat Alloh kepada kalian ketika dulu kalian saling bermusuhan, maka Alloh menyatukan di Antara hati-hati kalian, sehingga jadilah kalian dengan kenikmatan-Nya sebagai saudara. Dan dulu kalian ada di atas bibir lubang dari neraka maka Alloh menyelamatkan kalian darinya. Demikianlah Alloh menjelaskan pada kalian ayat-ayat-Nya agar kalian mendapatkan petunjuk.”
    Inilah dia jalan petunjuk, maka ikutilah dia, dan jangan kita ikuti jalan-jalan yang lain yang akan menyebabkan kita tercerai-berai darinya.
    Inilah jalan Rosululloh صلى الله عليه وسلم yang kita insya Alloh telah menghapalnya: Telah shohih dari Abu Huroiroh رضي الله عنه dari Nabi صلى الله عليه وسلم yang bersabda:
    «إياكم والظن فإن الظن أكذب الحديث ولا تحسسوا ولا تجسسوا ولا تحاسدوا ولا تدابروا ولا تباغضوا وكونوا عباد الله إخوانا». (أخرجه البخاري (6064) ومسلم (2563)).
    “Hindarilah oleh kalian dugaan, karena sesungguhnya dugaan itu adalah perkataan yang paling dusta. Dan janganlah kalian tahassus (mencari berita rahasia untuk diri sendiri), jangan tajassus (mencari berita rahasia untuk orang lain), janganlah kalian saling dengki, janganlah kalian saling membelakangi, janganlah kalian saling membenci. Dan jadilah kalian –wahai hamba Alloh- bersaudara.” (HR. Al Bukhoriy (6064) dan Muslim (2563)).
    Renungkanlah baik-baik poin-poin petuah Nabi di atas, karena setiap poin tersebut adalah wahyu dari Alloh:
    1. Hindarilah oleh kalian dugaan, karena sesungguhnya dugaan itu adalah perkataan yang paling dusta.
    2. janganlah kalian tahassus (mencari berita rahasia untuk diri sendiri),
    3. jangan tajassus (mencari berita rahasia untuk orang lain)
    4. janganlah kalian saling dengki,
    5. janganlah kalian saling membelakangi,
    6. janganlah kalian saling membenci.
    7. jadilah kalian –wahai hamba Alloh- bersaudara.
    Kita renungkan baik-baik poin-poin sabda Nabi صلى الله عليه وسلم ini karena pasti Alloh akan menanyai kita tentangnya. Alloh ta’ala berfiman:
    فَلَنَسْأَلَنَّ الَّذِينَ أُرْسِلَ إِلَيْهِمْ وَلَنَسْأَلَنَّ الْمُرْسَلِينَ [الأعراف: 6]
    “Maka pasti Kami benar-benar akan menanyai orang-orang yang para Rosul Kami utus pada mereka, dan pastilah Kami akan menanyai para Rosul juga.”
    Dari Abu Barzah Al Aslamiy رضي الله عنه yang berkata: Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda:
    لا تزول قدما عبد يوم القيامة حتى يسئل عن عمره فيم أفناه وعن علمه فيم فعل وعن ماله من أين اكتسبه وفيم أنفقه وعن جسمه فيم أبلاه.
    “Tidaklah bergeser kedua telapak kaki seorang hamba di hari Kiamat sampai dirinya ditanya tentang umurnya: kemanakah dihabiskannya? Dan tentang ilmunya: kemanakah diamalkannya? Dan tentang hartanya: dari manakah didapatkannya, dan kemanakah diinfaqkannya? Dan tentang badannya: kemanakah dilusuhkannya?” (HR. At Tirmidziy (2417)/shohih).
    Maka persiapkanlah baik-baik jawaban untuk pertanyaan di hari itu karena itu adalah situasi yang amat berat. Abdulloh ibnuz Zubair رضي الله عنهما berkata:
    عن الزبير بن العوام قال : لما نزلت هذه السورة على رسول الله صلى الله عليه و سلم: ﴿إنك ميت وإنهم ميتون ثم إنكم يوم القيامة عند ربكم تختصمون﴾ قال الزبير: أي رسول الله، أيكرر علينا ما كان بيننا في الدنيا مع خواص الذنوب؟ قال: «نعم ليكررن عليكم حتى يؤدى إلى كل ذي حق حقه». فقال الزبير: والله إن الأمر لشديد.
    “Dari Az Zubair ibnul ‘Awwam yang berkata: “Manakala surat ini turun kepada Rosululloh صلى الله عليه وسلم : “Sesungguhnya engkau akan mati, dan sesungguhnya mereka akan mati, kemudian sungguh kalian pada hari Kiamat akan bertengkar di sisi Robb kalian.” Az Zubair berkata: “Wahai Rosulloh, apakah permasalahan yang ada di antara kami nanti akan diulang lagi beserta dengan dosa-dosa khusus yang kami buat sendiri juga?” beliau menjawab: “Iya, benar-benar akan diulang lagi hal itu terhadap kalian sampai setiap hak diberikan pada pemiliknya.” Maka Az Zubair berkata: “Kalau demikian, maka perkara ini benar-benar amat berat.” (HR. Ahmad (1434) dan At Tirmidziy (3236)/ dengan sanad hasan).
    Maka jangan sampai kita menjadi orang yang bangkrut. Abu Huroiroh رضي الله عنه berkata:
    قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ ». قَالُوا: الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ. فَقَالَ « إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِى يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِى قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِى النَّارِ ».
    Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda: "Tahukah kalian siapa itu orang yang bangkrut?" Mereka berkata,"Orang yang bangkrut di kalangan kami adalah orang yang tak punya dirham ataupun harta benda." Maka beliau bersabda: "Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa amalan sholat, puasa, zakat. Dia datang tapi dalam keadaan telah mencaci ini, menuduh orang itu, memakan harta orang ini, menumpahkan darah orang itu, memukul orang ini. Maka orang ini diberi kebaikannya, orang itu diberi kebaikannya. Jika kebaikannya telah habis sebelum tanggung jawabnya selesai, diambillah dari kesalahan-kesalahan mereka lalu diletakkan kepadanya, lalu dia dilemparkan ke dalam neraka." (HR. Muslim (6744)).
    Jangan sampai kita terdiam kebingungan saat dimintai tanggungjawab atas banyaknya petunjuk utusan Alloh yang kita sia-siakan. Alloh ta’ala berfirman:
    وَيَوْمَ يُنَادِيهِمْ فَيَقُولُ مَاذَا أَجَبْتُمُ الْمُرْسَلِينَ * فَعَمِيَتْ عَلَيْهِمُ الْأَنْبَاءُ يَوْمَئِذٍ فَهُمْ لَا يَتَسَاءَلُونَ [القصص: 65، 66]
    “Dan pada hari Alloh menyeru mereka seraya berfirman: “Apa jawaban kalian pada para utusan?” Maka berita-berita pada hari itu terbutakan atas mereka, maka mereka tidak saling bertanya.”
    Wahai para hamba Alloh, berhentilah dari mengikuti tipu daya setan. Kembalilah ke jalan Nabi kalian. Alloh ta’ala berfirman:
    فَأَمَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَعَسَى أَنْ يَكُونَ مِنَ الْمُفْلِحِينَ [القصص: 67]
    “Maka adapun orang yang bertobat, beriman dan beramal sholih, maka semoga mereka menjadi termasuk dari orang-orang yang beruntung.”
    Kemudian ingatlah bahwasanya tidak semua kesalahan saudara itu harus disikapi dengan keras dan permusuhan. Dan tidaklah perkara yang telah pasti sebagai suatu kesalahan saudara itu harus dipopulerkan di internet yang menyebabkan nama baik saudara semanhaj itu jatuh, sementara pintu nasihat itu masih terbuka. Ini sudah ditanyakan ke Fadhilatusy Syaikh Yahya Al Hajuriy حفظه الله dan beliau mengingkari perbuatan ini, karena yang diinginkan adalah memperbaiki saudara yang tergelincir, bukan untuk membinasakannya.
    Dan tidak semua kesalahan itu menyebabkan saudara dengan cepat dibuang dari pergaulan atau disingkirkan dari salafiyyah. Banyak nasihat para salaf yang terkait dengan masalah ini.
    Wahai para ikhwah, kalian telah menerjunkan diri ke dalam kancah dakwah dan membawa panji-panji Sunnah-Salafiyyah, maka dengarkanlah wasiat Rosululloh صلى الله عليه وسلم . Dari Abu Musa Al Asy’ariy رضي الله عنه :
    أن النبي صلى الله عليه وسلم بعث معاذا وأبا موسى إلى اليمن قال يسرا ولا تعسرا وبشرا ولا تنفرا وتطاوعا ولا تختلفا
    “Bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم mengutus Mu’adz dan Abu Musa ke Yaman, beliau bersabda: “Permudahlah oleh kalian berdua dan janganlah kalian persulit, dan berikanlah kabar gembira dan janganlah kalian membikin lari. Dan hendaknya kalian saling menaati dan janganlah kalian saling berselisih.” (HR. Al Bukhoriy (3038) dan Muslim (1732)).
    Ibnu Hajar رحمه الله berkata: ”Dulu wilayah kerja Mu’adz adalah daerah-daerah Nejed dan wilayah yang arahnya meninggi di negri-negri Yaman, sementara wilayah kerja Abu Musa adalah daerah-daerah Tihamah dan wilayah yang arahnya menurun dari negri-negri Yaman.” (“Fathul Bari”/13/hal. 162-163).
    Beliau juga berkata: “Dan di dalam hadits ini ada perintah untuk memberikan kemudahan dalam berbagai perkara, bersikap lembut pada rakyat jelata, menjadikan mereka cinta pada keimanan, dan tidak bersikap keras agar hati mereka tidak lari, terutama untuk orang yang baru masuk Islam, atau anak-anak yang mendekati usia baligh, agar iman itu meresap dengan mantap di hatinya dan dia berlatih dengan keimanan tadi. Demikian pula manusia dalam melatih dirinya dalam beramal, jika keinginannya itu jujur maka janganlah dia bersikap keras padanya, tapi mengambilnya secara bertahap dan memberi kemudahan, sampai jika dia telah merasa akrab dengan kondisi yang telah menjadi rutinitas, diapun memindahkan dirinya kepada kondisi yang lain dan menambahinya lebih banyak dari yang pertama hingga mencapai kadar puncak yang sanggup dipikulnya, dan tidak membebaninya dengan beban amalan yang bisa jadi dia tak sanggup menjalankannya.” (“Fathul Bari”/13/hal. 163).
    Ibnu Hajar رحمه الله juga berkata: “Dan hendaknya kalian saling menaati” yaitu: hendaknya kalian saling mencocoki dalam hukum, “dan janganlah kalian saling berselisih” karena yang demikian itu menyebabkan para pengikut kalian saling berselisih, lalu yang demikian itu menjerumuskan pada permusuhan, kemudian peperangan. Dan sumber rujukan dalam perselisihan adalah pada apa yang datang di dalam Al Kitab dan As Sunnah, sebagaimana firman Alloh ta’ala:
    فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى الله وَالرَّسُولِ [النساء : 59]
    “Maka jika kalian berselisih pendapat terhadap suatu perkara maka kembalikanlah hal itu kepada Alloh dan Rosul-Nya.” (QS. An Nisa: 59)
    (“Fathul Bari”/13/hal. 162-163).
    Ibnu Baththol dan yang lainnya berkata: “Di dalam hadits ini ada dorongan untuk saling bersepakat dalam perkara yang di dalamnya ada kekokohan rasa cinta, keakraban, saling menolong untuk mendukung kebenaran. Dan di dalamnya juga ada dalil tentang bolehnya mengadakan dua hakim di satu negri, lalu masing-masing dari keduanya menduduki satu sisi dan negri tersebut.” (sebagaimana dalam “Fathul Bari”/13/hal. 163).
    Maka para qodhiy, dan juga para dai dan seluruh pemegang bendera dakwah Islamiyyah pada umumnya dan Salafiyyah pada khususnya hendaknya saling kerjasama dan bahu membahu dengan rekannya dalam mendakwahkan kebenaran, dan Alloh sajalah yang menjamin pahalanya dan tidak menyia-nyiakannya walaupun sekecil dzarroh.
    Jangan sampai kita saling dengki dengan keutamaan yang Alloh berikan pada saudaranya, karena Alloh lebih tahu siapakah yang pantas mendapatkannya. Dan Alloh juga menguji kita satu dengan yang lain untuk melihat apa yang akan diperbuat oleh hati-hati kita dengan kenikmatan yang Alloh berikan pada saudaranya itu, dan mengawasi apa yang terlahirkan pada gerakan lidah dan coretan tangan-tangan kita.
    Alloh ta'ala berfirman :
    وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا [الفرقان/20]
    "Dan Kami jadikan sebagian dari kalian sebagai ujian bagi sebagian yang lain. Apakah kalian bersabar? Dan senantiasa Robbmu itu Bashir (Maha Melihat)." (QS. Al Furqon: 20).
    Lihatlah ke bawah, masih banyak orang-orang yang tidak Alloh berikan nikmat sebanyak kenikmatan-Nya pada diri kita. Dari Abu Huroiroh رضي الله عنه bahwasanya Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda:
    انظروا إلى من أسفل منكم ولا تنظروا إلى من هو فوقكم فهو أجدر أن لا تزدروا نعمة الله عليكم
    “Lihatlah orang yang di bawah kalian, dan janganlah kalian melihat orang yang ada di atas kalian, karena yang demikian itu lebih pantas agar kalian tidak meremehkan nikmat Alloh kepada kalian.” (HR. Muslim (2963)).
    Al Qurthubiy رحمه الله berkata: “Yaitu: perhatikanlah orang yang kalian itu dilebihkan Alloh di atas dirinya dalam masalah harta, kesempitan rizqi, kesehatan, sehingga nampaklah bagi kalian apa yang Alloh berikan pada kalian sehingga kalian mensyukuri Alloh atas kenikmatan tadi, sehingga kalian menegakkan hak kenikmatan tadi. Dan yang demikian itu berbeda apabila dirinya melihat pada perkara-perkara yang orang lain dilebihkan Alloh di atas dirinya dalam perkara tadi, karena sikap yang demikian itu akan menyebabkan lunturnya kebesaran nikmat Alloh di dalam dirinya sehingga dia menjadi meremehkan nikmat Alloh tadi dan tidak menganggapnnya sebagai kenikmatan, lalu dia lupa pada hak Alloh di situ. Dan bisa jadi pandangannya tadi menyebabkan matanya terus melongok ke dunia, lalu dia berlomba-lomba dengan ahli dunia untuk meraihnya, dan hatinya dilanda penyesalan atas luputnya dunia tadi, dan dia mendengki ahli dunia. Dan yang demikian itu adalah kebinasaan di dunia dan akhirat.” (“Al Mufhim”/22/hal. 146).
    Nasihat-nasihat para ulama itu penting untuk kita renungi dan kita jadikan sebagai bimbingan agar tidak terkena dosa, dan selamat dari penderitaan batin sebagai akibat dari kedengkian dan perlombaan melebihi saudaranya di hadapan manusia.
    Barangsiapa bersyukur dengan apa yang Alloh karuniakan pada dirinya, maka Alloh akan menambahinya. Barangsiapa dengki pada saudaranya, berarti dia protes pada ketetapan Alloh, dan dia akan tersakiti sendiri oleh panasnya api kedengkian, juga menyebabkan terhalangnya penyebaran kebaikan sejati.
    Al Imam Yahya bin Yunus رحمه الله berkata: “Sampai kepadaku kabar bahwasanya ada tiga orang berkumpul, lalu salah satu dari mereka berkata pada temannya: “Sampai seberapa kadar kedengkianmu?” Dia menjawab: “Aku tidak ingin berbuat baik pada seorangpun.” Lalu yang kedua berkata: “Engkau adalah orang sholih. Akan tetapi aku tidak ingin ada orang berbuat baik pada seorangpun.” Lalu yang ketiga berkata: “Tiada di muka bumi ini orang yang lebih baik daripada kalian berdua. Aku tidak ingin ada seorangpun yang berbuat baik pada diriku sendiri sedikitpun.” (“Al Jami’ Li Akhlaqir Rowi”/Al Khothib Al Baghdadiy/4hal. 155).
    Ibnul Jauziy رحمه الله berkata: "Dan ketahuilah bahwasanya hasad itu adalah termasuk penyakit yang besar untuk hati. Dan penyakit hati itu tidak diobati kecuali dengan ilmu dan amal. Dan ilmu yang bermanfaat untuk penyakit hasad adalah bahwasanya engkau mengenal hakikat bahwasanya hasad itu berbahaya terhadapmu dalam agama dan dunia, dan bahwasanya kedengkianmu tadi tidak membahayakan agama ataupun dunia orang yang engkau hasadi. Bahkan dia akan mengambil manfaat dengan itu tadi. Dan kenikmatan itu tak akan hilang dari orang yang engkau hasadi dengan kedengkianmu itu.
    Seandainya engkau tidak beriman dengan hari berbangkit, niscaya tuntutan kecerdasan itu –jika engkau berakal- adalah engkau menghindar dari hasad, karena di dalamnya ada kepedihan hati di samping juga tidak bermanfaat. Maka bagaimana sementara engkau mengetahui di situ ada siksaan akhirat? Dan penjelasan ucapan kami: bahwasanya orang yang engkau hasadi tadi tidak tertimpa bahaya dalam agama ataupun dunianya, bahkan dia mengambil manfaat dengan kedengkianmu di dalam agama ataupun dunia, karena perkara yang Alloh tetapkan yang berupa kenikmatan itu pasti akan berlangsung sampai pada batas waktu yang ditetapkannya. Dan dia tak tertimpa bahaya di akhirat, karena dia tidak berdosa dengan keadaan tadi, bahkan dia akan mengambil manfaat dengan itu karena dia terzholimi dari arahmu. Terutama jika kedengkianmu itu mengeluarkanmu ke suatu ucapan atau perbuatan.
    Adapun manfaatnya di dunia, maka ini adalah termasuk hasrat makhluk yang paling penting: yaitu kegundahan para musuh, dan tiada siksaan yang lebih besar daripada engkau dalam keadaan hasad. Maka jika engkau merenungkan apa yang kami sebutkan, tahulah engkau bahwasanya engkau adalah musuh bagi dirimu sendiri. Dan dia itu adalah kawan bagi musuhmu. Tidak ada permisalan bagimu selain bagaikan orang yang melempari musuhnya dengan batu agar dia itu terbunuh, tapi ternyata meleset. Dan musuhnya melemparkan batu ke lobang mata kanannya sehingga matanya copot. Maka dirinya bertambah marah sehingga kembali lemparkan batu kepada musuhnya lebih keras daripada yang pertama, tapi batu tadi kembali menghantam matanya yang lain sehingga membutakannya. Maka dia bertambah murka lalu melemparinya pada kali yang ketiga, tapi batu tadi kembali kepada kepalanya sehingga memecahkannya. Sementara musuhnya selamat dan menertawakannya.
    Ini adalan obat-obatan ilmiyyah. Maka jika seseorang memikirkannya, padamlah api hasad dalam hatinya. Adapun amalan yang bermanfaat di situ, hendaknya dia membebani dirinya dengan kebalikan dari apa yang diperintahkan oleh hasad. Jika sifat hasad menyuruh dia untuk dendam dan mencela orang yang dihasadi, hendaknya dia membebani diri dengan memujinya dan menyanjungnya. Dan jika dia menyuruh kepada kesombongan, dia mengharuskan dirinya untuk tawadhu padanya. Jika hasad menyuruhnya untuk menahan pemberian dari orang tadi, dia mengharuskan dirinya untuk menambahkan pemberian. Dulu ada sekelompok salaf jika sampai pada mereka bahwasanya seseorang menggibahi mereka, mereka memberikan hadiah padanya. Maka ini adalah obat-obatan yang sangat bermanfaat untuk hasad. Hanya saja dia itu pahit. Dan bisa jadi memudahkan bagi orang yang meminumnya jika dia mengetahui bahwasanya: "Jika tidak semua yang engkau inginkan itu terjadi, maka inginkanlah sesuatu yang memang terjadi." Dan ini dia obat yang bersifat menyeluruh. Wallohu a'lam."
    (sebagaimana dalam "Mukhtashor Minhajil Qoshidin"/Al Maqdasiy/235-236/Dar Ibni Rojab).
    Jika ada dari kita berkata: “Kita tidak sedang menyaingi ahli dunia, tapi ini antar ikhwah yang mendakwahkan agama.”
    Kita jawab dengan taufiq Alloh semata, memang ini urusan agama, tapi syahwat keduniaan masuk ke situ dari sisi cinta kepemimpinan, atau popularitas dan tidak senang apabila saudaranya lebih terkenal –dirinya atau amalannya- dan mata manusia lebih banyak untuk melongok kepada saudaranya tadi. Kasus ini banyak diketaui oleh orang-orang yang mengikuti sejarah dan biografi para ahli ilmu dan ibadah. Setan masuk dan merusak dari berbagai sisi, di antaranya adalah sisi persaingan dalam popularitas dan banyaknya pendukung.
    Syaikhul Islam رحمه الله berkata: “Dan di antara yang bisa menjelaskan bahwasanya terkadang seseorang itu tersembunyi dari dirinya sendiri kebanyakan kondisi dirinya sehingga dia tidak menyadari itu adalah: bahwasanya kebanyakan manusia punya sifat senang kepemimpinan tapi sifat itu tersembunyi dan dia tidak menyadarinya. Bahkan dia itu ikhlas dalam ibadahnya, dan terkadang aib-aibnya tersembunyi dari dirinya. Dan ucapan orang-orang dalam masalah ini banyak dan terkenal. Karena itulah sifat ini dinamakan sebagai syahwat yang tersembunyi. Syaddad bin Aus berkata: “Wahai sisa-sisa Arob, sesungguhnya perkara yang paling aku khawatirkan menimpa kalian adalah riya dan syahwat yang tersembunyi.” Ditanyakan pada Abu Dawud As Sijistaniy: “Apa itu syahwat yang tersembunyi?” beliau menjawab: “Cinta kepemimpinan.” Dia itu tersembunyi dari pengetahuan manusia. Dan seringkali dia tersembunyi dari pemiliknya.” (“Majmu’ul Fatawa”/16/hal. 346).
    Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata: “Hati itu punya penyakit-penyakit yang lain, yaitu: riya, sombong, kagum pada amalan sendiri, dengki, berbangga-bangga, congkak, cinta kepemimpinan, senang ketinggian di bumi. Dan ini adalah penyakit yang tersusun dari penyakit syubuhat dan syahawat.” (“Miftah Daris Sa’adah”/1/hal. 111).
    Ibnul Jauziy رحمه الله berkata: “Syahwat yang tersembunyi ini, banyak ulama besar yang tidak sanggup mengetahui bahayanya, lebih-lebih orang umum. Yang diuji dengan ini adalah para ulama dan ahli ibadah yang rajin dan giat menempuh jalan akhirat, karena mereka itu manakala telah sanggup menundukkan jiwa mereka dan memotongnya dari syahwat-syahwat, dan mereka membawa jiwa mereka dengan paksa kepada jalan-jalan ibadah, sehingga jiwa mereka tidak lagi berhasrat untuk melakukan maksiat-maksiat yang nyata yang dilakukan oleh anggota badan, maka jiwa mereka merasa tentram kepada menampakkan diri dengan ilmu dan amal, dan mendapatkan pelepasan dari kerasnya ibadah di dalam ledzatnya penerimaan makhluk untuk dirinya dan pandangan mereka kepada jiwa tadi dengan pandangan penghormatan dan pengagungan.
    Maka dengan sebab itu jiwa mereka mendapati keledzatan besar, sehingga dirinya meremehkan meninggalkan maksiat. Salah seorang dari mereka mengira dirinya adalah orang yang ikhlas untuk Alloh عز وجل padahal dia telah tercatat dalam dewan munafiqin. Dan ini adalah tipu daya yang besar yang tak ada yang selamat darinya kecuali orang-orang yang didekatkan.
    Karena itulah dikatakan: “Akhir penyakit yang keluar dari kepala para shiddiqin adalah: kecintaan pada kepemimpinan.” Dan jika ini adalah penyakit yang tersembunyi, yang mana itu adalah jaring para setan yang terbesar, wajib untuk kita menjelaskan sebabnya, hakikatnya dan jenis-jenisnya. Ketahuilah bahwasanya perasaan kewibawaan itu adalah keinginan untuk tersebarnya popularitas dan keterkenalan dia. Dan yang demikian itu adalah bahaya yang besar. Keselamatan ada pada khumul (ketidakterkenalan). Orang-orang baik tidak menginginkan keterkenalan, dan tidak menyengaja untuk mendapatkannya serta tidak pula berusaha menempuh sebab-sebabnya. Jika popularitas itu terjadi dengan semata-mata keinginan dari Alloh saja, maka mereka berusaha lari dari popularitas tadi dan mereka lebih mengutamakan ketidakterkenalan.”
    (sebagaimana di “Mukhtashor Minhajil Qoshidin”/Ibnu Qudamah Al Maqdasiy/3/hal. 75-76).
    Adapun orang yang di hatinya ada keinginan popularitas –sekalipun dia tidak menyadari penyakit itu- dan dengki pada banyaknya orang yang mencurahkan perhatian pada saudaranya atau amalan saudaranya, maka dia akan tersiksa dengan penyakit rahasia tadi.
    Al Imam Ibnul Mubarok رحمه الله berkata: “Ada seorang hakim yang ditugaskan untuk menjadi hakim di wilayah “Marw” (daerah Khurosan), dan dia adalah orang yang paling dengki pada orang lain. Di suatu hari aku melihatnya berhenti di atas kendaraannya sambil memandang ke seseorang yang disalib. Ketika aku menyendiri dengannya aku bertanya padanya: “Wahai Hakim, saya lihat Anda memandang ke orang yang disalib itu. Apakah Anda dengki padanya?” dia menjawab: “Iya, demi Alloh. Aku dengki padanya karena banyaknya orang yang berkumpul mengelilinginya.” Ibnul Mubarok berkata: “Aku saat itu masih muda.” (“Al Jami’ Li Akhlaqir Rowi”/Al Khothib Al Baghdadiy/4/hal. 156).
    Wahai saudaraku, seberapakah faidah ketenaran dan popularitas sehingga kita dengki pada orang yang terkenal? Apakah tidak cukup Alloh yang mengenal dan mencintai diri kita sementara Dia adalah Penguasa Alam Semesta?
    Amir bin Sa’d رحمه الله berkata:
    كان سعد بن أبي وقاص في إبله فجاءه ابنه عمر فلما رآه سعد قال أعوذ بالله من شر هذا الراكب فنزل فقال له أنزلت في إبلك وغنمك وتركت الناس يتنازعون الملك بينهم ؟ فضرب سعد في صدره فقال اسكت سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول إن الله يحب العبد التقي الغني الخفي.
    “Ketika Sa’d bin Abi Waqqosh ada di antara onta-onta beliau, datanglah anaknya yang bernama Umar. Ketika Sa’d melihatnya, beliau berkata: “Aku berlindung pada Alloh dari kejelekan pengendara ini.” Lalu Umar turun dari kendaraannya dan berkata: “Apakah Ayah masih saja di Antara onta dan kambing Ayah sementara orang-orang berebut kekuasaan?” maka Sa’d memukul dadanya seraya berkata: “Diam kamu, aku mendengar Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Sesungguhnya Alloh mencintai hamba yang bertaqwa, kaya (merasa cukup) dan tersembunyi.” (HR. Muslim (2965)).
    Al Qurthubiy رحمه الله berkata: “Hamba kaya, maksudnya adalah: orang yang merasa cukup dengan Alloh, dan ridho dengan pembagian yang Alloh berikan untuknya. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah kekayaan jiwa. Dan hamba yang tersembunyi adalah: hamba yang tidak terkenal, yang tidak menginginkan ketinggian di bumi, dan tidak berhasrat pada keunggulan di martabat-martabat dunia.” (“Al Mufhim”/22/hal. 149).
    Al Imam An Nawawiy رحمه الله berkata: “Yang dimaksud dengan kekayaan di sini adalah kekayaan jiwa. Dan inilah kekayaan yang dicintai, berdasarkan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم :
    ولكن الغنى غنى النفس
    “Akan tetapi kekayaan yang hakiki adalah kekayaan jiwa.”
    (“Syarh Shohih Muslim”/18/hal. 100).
    Beliau juga berkata tentang makna tersembunyi: “Yaitu yang tidak terkenal, berkonsentrasi pada ibadah dan menyibukkan diri dengan urusan dirinya sendiri.” (“Syarh Shohih Muslim”/18/hal. 100).
    Wahai saudaraku, marilah kita mengikhlaskan langkah untuk Alloh dan jangan sampai kita menjerumuskan diri pada kehancuran.
    Dari Ubaiyy bin Ka’b رضي الله عنه dari Nabi صلى الله عليه وسلم yang bersabda:
    «بشر هذه الأمة بالسناء والنصر والتمكين فمن عمل منهم عمل الآخرة للدنيا لم يكن له في الآخرة نصيب».
    “Berikanlah kabar gembira pada umat ini dengan cahaya, pertolongan, dan kekokohan. Maka barangsiapa beramal dari mereka dengan amalan akhirat tapi untuk mendapatkan dunia, dia tidak akan mendapatkan bagian di akhirat.” (HR. Ahmad (21261)/shohih).
    Dan adapun saudara yang ikhlas memberanikan diri dan meluangkan waktunya untuk menasihati umat dan menasihati kita dengan benar, maka cintailah dia dan berbaik sangkalah padanya bahwasanya dia tidak ingin kita celaka.
    Al Imam An Nawawiy رحمه الله berkata: “Dan ketahuilah bahwasanya pahala itu sesuai dengan kadar rasa capek([1]), dan tidaklah dia meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar tadi karena adanya ikatan persahabatan, rasa cinta, basa-basi, mencari muka di hadapan sahabatanya tadi ataupun kelestarian kedudukan dirinya di sisi sahabatnya tadi. Sesunguhnya persahabatan dan rasa cinta itu mengharuskan adanya penghormatan dan hak. Dan di antara haknya adalah: memberinya nasihat dan membimbingnya kepada kemaslahatan akhiratnya dan menyelamatkannya dari bahaya-bahaya yang bisa menimpanya di akhirat.
    Dan sahabat seseorang dan orang yang mencintainya adalah orang yang berupaya dalam memakmurkan akhirat orang tadi, sekalipun hal itu mengakibatkan berkurangnya dunianya. Dan musuh dia adalah orang yang berupaya melenyapkan atau mengurangi akhiratnya sekalipun dengan sebab itu tergambarkan suatu manfaat di dunianya. Dan hanyalah iblis itu menjadi musuh kita dikarenakan perkara ini.
    Dulu para Nabi صلوات الله وسلامه عليهم menjadi wali bagi kaum mukminin karena mereka berupaya mendatangkan kemaslahatan untuk akhirat mereka dan membimbing mereka kepada kemaslahatan akhirat. Kita mohon pada Alloh Yang Mahamulia agar memberikan taufiq pada kita dan orang-orang yang kita cintai dan seluruh muslimin kepada keridhoan-Nya, dan agar melingkupi kita dengan kedermawanan-Nya dan rohmat-Nya.” (“Syarh Shohih Muslim”/2/hal. 24).
    Al Imam Ibnun Nahhas Ad Dimasyqiy رحمه الله berkata: “Dan tiada keraguan bahwasanya barangsiapa melihat saudaranya di atas kemungkaran dan tidak melarangnya, maka sungguh dia telah membantunya berbuat mungkar karena dia membiarkan dirinya berkumpul dengan kemungkaran tadi dan tidak mau menghadangnya. Dan ini sama sekali bukanlah termasuk dari agama sama sekali, karena seseorang itu tidak beriman sampai dia menyukai untuk saudaranya perkara yang dia cintai untuk dirinya sendiri. Dan hanyalah agama itu nasihat. Dan barangsiapa melihat seseorang hendak terjatuh ke dalam neraka tapi dia tak mau menasihatinya maka sungguh dia ikut berdosa.” (“Tanbihul Ghofilin”/hal. 84).
    Maka hendaknya kita rajin mengoreksi diri, dan meminta nasihat pada sahabat, bersyukur pada jerih payah saudara yang menasihati dan memerangi diri untuk tidak membencinya atau mendengkinya akibat dari nasihat yang benar tadi. Ibnul Jauziy رحمه الله berkata: “Dan ini adalah dikarenakan setiap orang yang tinggi martabatnya dalam kesadaran bertambahlah tuduhannya terhadap dirinya sendiri. Hanya saja jarang sekali di zaman ini adanya sahabat karib yang punya sifat seperti ini –rajin memberikan nasihat dengan ikhlas dan jujur-, karena jarang di kalangan sahabat karib yang meninggalkan basa-basi dan mau mengabarinya akan aib-aib dirinya, atau meninggalkan kedengkian. Maka tidak melebihi kadar wajib. Dulu para Salaf mencintai otang yang mau mengingatkan mereka akan aib-aib mereka.
    Sementara kita sekarang pada umumnya: orang yang paling kita benci adalah orang yang memperkenalkan pada kita akan aib-aib kita. Dan ini adalah dalil akan lemahnya iman, karena sesungguhnya akhlak yang buruk itu bagaikan kalajengking. Andaikata ada orang mengingatkan kita bahwasanya di bawah baju salah seorang dari kita ada kalajengking niscaya kita akan merasa utang jasa padanya, dan kita menyibukkan diri untuk membunuh kalajengking tadi. Dan akhlak yang buruk itu lebih berbahaya daripada kalajengking sebagaimana kita tahu.” (“Mukhtashor Minhajis Sunnah”/3/hal. 14-15).
    Wahai para ikhwah, saya sampaikan nasihat Fadhilatul Walid Asy Syaikh Abu Ibrohim Muhammad Mani’ حفظه الله : bertaqwalah kita semua pada Alloh. Sekarang para musuh sedang amat gigih menghantam Ahlussunnah dengan berbagai makar, dan para Salafiyyun sedang sibuk jiwa raga menanggulangi serangan tadi, jangan sampai kita membebani jiwa dan pikiran mereka dengan perkara-perkara yang melemahkan barisan.
    Taqwalah kita semua pada Alloh, dan hendaknya kita membuang perselisihan pribadi ke belakang punggung-punggung kita, dan teruslah saling menasihati dan menerima nasihat dengan persaudaraan dan kekeluargaan.
    Tentunya kesalahan-kekurangan itu ada pada masing-masing kita semua, akan tetapi tidaklah hal itu menyebabkan jerih payahnya tadi dianggap hangus tak berharga. Fadhilatusy Syaikh Yahya Al Hajuriy حفظه الله mengatakan bahwasanya kesalahan-kesalahan para ikhwah tsabitin di Indonesia tidak sampai mengeluarkanmereka dari Salafiyyah.
    Saya mengucapkan syukur atas seluruh upaya dan sumbangan para ikhwah semua untuk dakwah yang mulia ini, baik dari sisi jiwa, raga, harta, dukungan kata-kata yang baik, penyebaran kebenaran, doa dan sebagainya, sesuai dengan kemampuannya.
    Alloh ta’ala berfirman:
    وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِمَّا عَمِلُوا وَلِيُوَفِّيَهُمْ أَعْمَالَهُمْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ [الأحقاف: 19]
    “Dan setiap orang akan mendapatkan derajat-derajat dari apa yang mereka amalkan, dan agar Alloh menunaikan pembalasan amal mereka dalam keadaan mereka tidak dizholimi.”
    Jika amalan telah sesuai sunnah, maka yang paling banyak pahalanya adalah yang paling ikhlasnya untuk Alloh, bukan untuk tampil hebat di mata manusia.
    والله تعالى أعلم، والحمد لله رب العالمين.
    Masjidis Sunnah Sa’wan
    Al Madinatus Sakaniyyah Shon’a,
    15 Robi’uts Tsaniy 1435 H.




    ([1]) Sebagaimana dalam hadits ‘Aisyah رضي الله عنها yang diriwayatkan oleh Al Bukhoriy (1787) dan Muslim (1211).
    Kondisi kerusakan yang merata di tengah-tengah manusia menuntut para penasihat mencurahkan kerja keras untuk menghilangkan kerusakan tadi atau memperkecilnya. Al Imam Abu Ja’far Ibnun Nahhas Ad Dimasyqiy berkata: “Dan seorang muslim harus mencapekkan dirinya untuk menghilangkan kemaksiatan sebagaimana dia juga harus mencapekkan dirinya untuk meninggalkan kemaksiatan tadi.” (“Tanbihul Ghofilin”/hal. 79).


يعمل...
X